Sejarah
Perekonomian Indonesia
Sejarah
ekonomi Indonesia terbentuk atas lokasi geografisnya yang terletak diantara
persilangan samudeera dan benua dunia. Sumber daya alam yang melimpah dan
penduduk yang tinggal di penjuru pulau dan munculnya kontak dengan perdagangan
internasional melalui bangsa asing yang datang untuk berdagang juga ikut
berperan penting dalam perkembangan Indonesia berupa kedatangan pedagang dari
India, China, Arab dan Eropa yang ikut mengeksplorasi rempah-rempah.
Sejarah Perekonomian Indonesia pada era Pra-Kolonialisme
Periode pra-kolonial adalah masa
berdirinya kerajaan di wilayah Nusantara (sekitar abad ke-5) sampai sebelum
masa masuknya penjajah menguasai kekuatan ekonomi dan politik di wilayah
Nusantara (sekitar abad ke-15 sampai abad ke-17). DIkarenakan Indonesia berada
di posisi yang strategis dalam jalur pelayaran niaga antar benua, hal ini juga
membuat perkembangan yang pesat bagi kerajaan-kerajaan yang ada pada saat itu
terutama di sektor perdagangan.
Perdagangan di masa kerajaan mempunyai
sifat kapitalisme politik, dimana pengaruh raja dalam perdagangan sangat besar.
Misalnya, pada masa kerajaan Sriwijaya, saat perdagangan internasional dari
Asia Timur ke Asia Barat dan Eropa, mencapai zaman keemasannya. Raja-raja dan
para bangsawan mendapatkan kekayaan dari berbagai upeti dan pajak. Penggunaan uang yang berupa koin emas dan koin
perak sudah dikenal pada masa itu, namun pemakaian uang baru mulai dikenal di
masa kerajaan Islam, misalnya picis yang terbuat dari timah di Cirebon. Perdagangan
barter banyak berlangsung pada sistem perdagangan Internasional. Karenanya,
tidak terjadi surplus atau defisit yang harus diimbangi dengan ekspor atau
impor logam mulia.
Kejayaan suatu kerajaan pada saat itu
dinilai dari wilayah yang luas, penghasilan per tahun, dan ramainya pelabuhan.
Di Indonesia secara keseluruhan, pertanian dan perniagaan sangat berpengaruh
dalam perkembangan Indonesia. Dengan kata lain, sistem pemerintahan masih
berbentuk feudal, kegiatan utama perekonomian adalah: 1) Pertanian, umumnya monkultura, misalnya padi di Jawa dan rempah
di Maluku. 2) Eksplorasi hasil alam,
misalnya hasil laut, tambang, dll. 3) Perdagangan
besar antarpulau dan antarbangsa sangat mengendalikan jalur laut.
Kerajaan-kerajaan besar yang pernah
muncul dalam sejarah Indonesia misalnya Sriwijaya, Majapahit, dan Banten
merupakan kerajaan yang sangat menguasai tiga kegiatan ekonomi pada saat itu.
Sejarah Perekonomian era Kolonial di Indonesia
Pada masa pendudukan
pemerintah kolonial, terjadi proses pembentukan
pemerintah kolonial yang cukup panjang.Wilayah Hindia Belanda adalah sebagai tanah
jajahan, oleh karena itu struktur pemerintahan, sistem hukum, termasuk
infrastruktur harus dibangun untuk mempermudah mengatur jalannya pemerintah
kolonial. Dengan kata lain, ini adalah sistem ekonomi
ekstraktifyang lebih sustainable dibandingkan masa
pendudukan VOC untuk menyerap kekayaan SDA wilayah Hindia
Belanda.
Pada masa pendudukan
pemerintah kolonial, terdapat beberapa
peristiwa dan kebijakan ekonomi yang cukup penting, sebagai
berikut.
1.
Tahap awal pembentukan
pemerintah kolonial (1800-1830)
2.
Sistem Tanam Paksa (1830-1870)
3.
Kebijakan Ekonomi Liberal
(1870-1933)
4.
Masa Depresi Dunia dan kedatangan Bangsa Jepang
(1930-1942)
·
Sistem Monopoli
VOC
Vereenidge Oostindische
Compagnie atau VOC yang didirikan pada 20 Maret 1602 adalah persekutuan dagang
asal Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. Tujuan
utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap rempah-rempah di
Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap
penduduk di kepulauan-kepulauan yang merupakan penghasil rempah-rempah, dan
terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk.
Pemerintah
Belanda memberikan beberapa hak istimewa untuk VOC, yaitu:
×
Hak monopoli
perdagangan
×
Hak mencetak dan
mengeluarkan uang
×
Hak mengadakan
perjanjian
×
Hak mengumumkan
perang
×
Hak menjalankan
kekuasaan kehakiman
×
Hak memiliki
angkatan perang
×
Hak memungut
pajak
×
Hak
menyelenggarakan pemerintahan sendiri
Dengan
hak-hak istimewa ini, maka VOC dapat berkembang dengan cepat.
Peraturan
yang ditetapkan VOC dalam melaksanakan monopoli perdagangan antara lain: 1) Verplichte Laverantie, yaitu
penyerahan wajib hasil bumi dengan harga yang telah ditentukan oleh VOC, dan
melarang rakyat menjual hasil buminya selain kepada VOC. 2) Contingenten, yaitu kewajiban bagi
rakyat untuk membayar pajak berupa hasil bumi. 3) Peraturan tentang ketentuan
areal dan jumlah tanaman rempah yang boleh ditanam. 4) Ekstirpasi, yaitu hak VOC untuk menebang tanaman remoah agar tidak
terjadi over produksi yang dapat menyebabkan harga rempah merosot. 5) Pelayaran Hongi, yaitu pelayaran dengan
perahu perang untuk mengawasi pelaksanaan monopoli perdagangan VOC dan menindak
pelanggarnya.
Kehadiran
VOC membawa dampak bagi perekonomian dan perdagangan di Indonesia, diantaranya:
a. Tumbuhnya kota-kota dagang seperti Banten,
Batavia, dan Padang.
b. Eksploitasi kekayaan alam yang berlebihan.
c. Hancurnya pusat-pusat dan jalur-jalur
perdagangan kerajaan Islam di Nusantara.
d. Tumbuhnya perkebunan-perkebunan di Indonesia.
Kebijakan-kebijakan
VOC juga berpengaruh bagi rakyat Indonesia yang menjadi miskin dan kehidupannya
menderita karena kebijakan VOC.
·
Sistem Tanam
Paksa (Cultuurstelsel)
Sistem ini
dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes Van Den Bosch pada tahun 1830 yang
mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami
komoditi ekspor, khususnya kppi, tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman akan
dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil
panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiiki
tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun pada kebun-kebun pemerintah yang
menjadi semcam pajak.
Bagi
pemerintah kolonial Hindia Belanda, sistem ini berhasil luar biasa. Karena
antara 1831-1871 Batavia tidak hanya bisa membangun sendiri, melainkan punya
hasil bersih 823 juta gulden untuk kas di Kerajaan Belanda.
Akibat tanam
paksa ini, produksi beras semakin berkurang, dan harganya pun melambung. Pada
tahun 1843, muncul bencana kelaparan di Cirebon, Jawa Barat. Kelaparan juga
melanda Jawa Tengah, tahun 1850.
Sistem tanam
paksa yang kejam ini, setelah mendapat protes keras dari berbagai kalangan di
Belanda, akhirnya dihapus pada tahun 1870, meskipun untuk tanaman kopi di luar
Jawa masih terus berlangsung sampai 1915. Program yang dijalankan untuk
menggantinya adalah sistem sewa tanah dalam UU Agraria 1870.
Berikut adalah isi dari aturan tanam paksa:
·
Tuntutan kepada
setiap rakyat Indonesia agar menyediakan tanah pertanian untuk cultuurstelsel
tidak melebihi 20% atau seperlima bagian dari tanahnya untuk ditanami jenis
tanaman perdagangan.
·
Pembebasan tanah
yang disediakan untuk cultuurstelsel dari pajak, karena hasil tanamannya dianggap
sebagai pembayaran pajak.
·
Rakyat yang tidak
memiliki tanah pertanian dapat menggantinya dengan bekerja di perkebunan milik
pemerintah Belanda atau di pabrik milik pemerintah Belanda selama 66 hari atau
seperlima tahun.
·
Waktu untuk
mengerjakan tanaman pada tanah pertanian untuk Culturstelsel tidak boleh
melebihi waktu tanam padi atau kurang lebih 3 (tiga) bulan
·
Kelebihan hasil
produksi pertanian dari ketentuan akan dikembalikan kepada rakyat
·
Kerusakan atau
kerugian sebagai akibat gagal panen yang bukan karena kesalahan petani seperti
bencana alam dan terserang hama, akan di tanggung pemerintah Belanda
·
Penyerahan teknik
pelaksanaan aturan tanam paksa kepada kepala desa
Dampak Sistem Tanam Paksa:
Dengan
adanya tanam paksa tersebut menyebabkan pekerja mengenal sistem upah yang
sebelumnya tidak dikenal oleh penduduk, mereka lebih mengutamakan sistem
kerjasama dan gotong royong terutama tampak di kota-kota pelabuhan maupun di
pabrik-pabrik gula. Dalam pelaksanaan tanam paksa, penduduk desa diharuskan
menyerahkan sebagian tanah pertaniannya untuk ditanami tanaman eksport,
sehingga banyak terjadi sewa menyewa tanah milik penduduk dengan pemerintah
kolonial secara paksa. Dengan demikian hasil produksi tanaman eksport
bertambah,mengakibatkan perkebunan-perkebunan swasta tergiur untuk ikut
menguasai pertanian di Indonesia di kemudian hari.
Akibat lain dari adanya tanam
paksa ini adalah timbulnya “kerja rodi” yaitu suatu kerja paksa bagi penduduk
tanpa diberi upah yang layak, menyebabkan bertambahnya kesengsaraan bagi
pekerja. Kerja rodi oleh pemerintah kolonial berupa pembangunan-pembangunan
seperti; jalan-jalan raya, jembatan, waduk, rumah-rumah pesanggrahan untuk
pegawai pemerintah kolonial, dan benteng-benteng untuk tentara kolonial. Di
samping itu, penduduk desa se tempat diwajibkan memelihara dan mengurus
gedung-gedung pemerintah, mengangkut surat-surat, barang-barang dan sebagainya.
Dengan demikian penduduk dikerahkan melakukan berbagai macam pekerjaan untuk
kepentingan pribadi pegawai-pegawai kolonial dan kepala-kepala desa itu
sendiri.
·
Kebijakan Ekonomi Liberal (1870-1933)
Sistem ekonomi liberal kapitalis adalah sitem
ekonomi yang aset-aset produktif dan faktor-faktor produksinya sebagian besar
dimiliki oleh sektor individu/swasta. Sementara tujuan utama kegiatan produksi
adalah menjual untuk memperoleh laba.
Sistem perekonomian liberal kapitalis
merupakan sistem perekonomian yang memberikan kebebasan kepada setiap orang
untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi barang, menjual
barang, menyalurkan barang, dsb.
Dalam perekonomian liberal kapitalis setiap
warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang
bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar- besarnya dan bebas
melakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas.
Ciri-Ciri
Sistem Ekonomi Kapitalis Liberal:
o Masyarakat
diberi kebebasan dalam memiliki sumber-sumber produksi.
o Pemerintah
tidak ikut campur tangan secara langsung dalam kegiatan ekonomi.
o Masyarakat
terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan pemilik sumber daya produksi dan
masyarakat pekerja (buruh).
o Timbul
persaingan dalam masyarakat, terutama dalam mencari keuntungan.
o Kegiatan
selalu mempertimbangkan keadaan pasar.
o Pasar
merupakan dasar setiap tindakan ekonom.
o Biasanya
barang-barang produksi yang dihasilkan bermutu tinggi.
Keuntungan
Sistem Ekonomi Kapitalis Liberal:
·
Menumbuhkan inisiatif dan kerasi masyarakat
dalam kegiatan ekonomi, karena masyarakat tidak perlu lagi menunggu perintah
dari pemerintah.
·
Setiap individu bebas memiliki untuk
sumber-sumber daya produksi, yang nantinya akan mendorong partisipasi
masyarakat dalam perekonomian.
·
Timbul persaingan semangat untuk maju dari
masyarakat.
·
Mengahsilkan barang-barang bermutu tinggi,
karena adanya persaingan semangat antar masyarakat.
·
Efisiensi dan efektifitas tinggi, karena
setiap tindakan ekonomi didasarkan motif mencari keuntungan.
Kelemahan
Sistem Ekonomi Kapitalis Liberal:
·
Terjadinya persaingan bebas yang tidak sehat.
·
Masyarakat yang kaya semakin kaya, yang miskin
semakin miskin.
·
Banyak terjadinya monopoli masyarakat.
·
Banyak terjadinya gejolak dalam perekonomian
karena kesalahan alokasi sumber daya oleh individu.
·
Pemerataan pendapatan sulit dilakukan, karena
persaingan bebas tersebut.
Institusi-institusi
dalam Ekonomi Kapitalis Liberal:
×
Hak kepemilikan: Sebagian besar hak
kepemilikan dalam sistem ekonomi liberal kapitalis adalah hak kepemilikan
swasta/individu (private/individual property),
×
Keuntungan: Keuntungan (profit) selain
memuaskan nafsu untuk menimbun kekayaan produktif, juga merupakan bagian dari
ekspresi diri, karena itu keuntungan dipercaya dapat memotivasi manusia untuk
bekerja keras dan produktif.
×
Konsumerisme: Konsumerisme sering diidentikkan
dengan hedonisme yaitu carahidup yang mengajarkan untuk mencapai kepuasan
sebesar-besarnya selama hidup di dunia.
×
Kompetisi: Melalui kompetisi akan tersaring
individu-individu atau perusahaan-perusahaan yang mampu bekerja efisien.
×
Harga: Harga merupakan indikator kelangkaan.
Karakteristik dalam
Sistem Ekonomi Kapitalis Liberal:
×
Faktor-faktor produksi (tanah, modal, tenaga
kerja, kewirausahaan) dimiliki atau dikuasai oleh pihak swata.
×
Pengambilan keputusan ekonomi bersifat
Desentralisai, diserahkan kepada pemilik faktor produksi dan akan dikoordinir
oleh mekanisme pasar yan berlaku.
×
Rangsangan insentif atau umpan balik diberikan
dalam bentuk utama materi dalam sebagai sarana memotivasi para pelaku ekonomi.
Kebijakan
yang menonjol pada masa itu adalah membuka
lebar kesempatan bagi
usaha swasta untuk berinvestasi
di Hindia Belanda dan pemerintah membatasi diri pada fungsi pemerintahan.
Kebijakan ini juga didukung dengan adanya pengembanganinfrastruktur berupa peraturan, sistem
pemerintahan, sistem keuangan dan tentu saja pembangunan sarana yang bersifat
fisik. Peraturan tersebut antara lain
Undang-undang Gula dan Undang-undang Agraria. Sistem pemerintahan
antara lain dengan memanfaatkan birokrasi tradisional menjadi ujung tombak di
lapangan, sedangkan pemerintah Belanda sebagai pendamping dan pengarah bagi
birokrat lokal tersebut.
·
Masa
Depresi Dunia dan kedatangan Bangsa Jepang (1930-1942)
Pada
tahun 1930-an terjadi peristiwa
“The Great Depression” yang membuat
perekonomian dunia menjadi lesu. Peristiwa ini sekaligus membuat teoriekonomi
liberal menjadi
dipertanyakan sehingga memunculkan gagasan pentingnya
campur tangan pemerintah untuk mengatur perekonomian. Peristiwa tersebut mempengaruhi kondisi
perekonomian Hindia Belanda karena lesunya permintaan
di luar negeri. Komoditas ekspor sulitmendapatkan pembeli dan harganya anjlok.
Hal ini berdampak pada perekonomian dalam negeri, dengan melemahnya daya beli
dan PHK. Kondisi tersebut sebenarnya
konsekuensi adanya kebijakan ekonomi liberal dan keterbukaan perekonomian
(ekspor impor tanpa hambatan).
Pemerintah
kolonial segera merespon dengan melakukan kebijakan proteksi dan substitusi
impor. Impor mulai dibatasi, dan mulai memproduksi barang di dalam negeri
sebagai pengganti.
Kedatangan
bangsa Jepang semula diharapkan akan membebaskan Indoensia dari penjajahan
Belanda. Namun yang terjadi, Jepang juga melakukan hal yang tidak berbeda.
Menjajah Indonesia dan mengeruk kekayaan alamnya. Pada masa pendudukan Jepang,
sumber daya baik alam maupun manusia, digunakan untuk kepentingan perang Jepang
melawan Sekutu. Jika dilihat dari perekonomian dapat dikatakan buruk, apalagi
jika dilihat dari kesejahteraan, lebih buruk dari sebelumnya, karena adanya
perang. Sejarah mencatat, Jepang mengalami kekalahan dan menyerah kepada
Sekutu. Indonesia segera meproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.
Negara Indonesia terlahir, dan memasuki babak baru, termasuk dalam
perekonomiannya.
Sejarah
Perekonomian Indonesia pada era orde lama
Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Orde lama berlangsung pada masa kepemimpinan Bapak Proklamator
yaitu Bapak Soekarno. Orde lama berlangsung sejak 1945 sampai 1966. Keadaan
ekonomi pada awal kemerdekaan amat buruk karena inflasi yang sangat tinggi yang
dikarenakan beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada
saat itu, untuk sementara, pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku
di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia
Belanda dan mata uang pendudukan Jepang.
Pada 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (pasukan sekutu) mengumumkan
berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada Oktober 1946, pemerintah
RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia)
sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang
yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga. Adanya blokade ekonomi oleh
Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri
RI.
Tahun 1950, obligasi Republik Indonesia dikeluarkan oleh
pemerintah. Peristiwa ini menandai mulai aktifnya kembali pasar modal Indonesia.
Didahului dengan diterbitkannya Undang-undang Darurat No. 13 tanggal 1
September 1951, yang kelak ditetapkankan sebagai Undang-undang No. 15 tahun
1952 tentang Bursa, pemerintah RI membuka kembali Bursa Efek di Jakarta pada
tanggal 31 Juni 1952, setelah terhenti selama 12 tahun. Sejak itu Bursa Efek
berkembang dengan pesat, meskipun Efek yang diperdagangkan adalah Efek yang
dikeluarkan sebelum Perang Dunia II. Aktivitas ini semakin meningkat sejak Bank
Industri Negara mengeluarkan pinjaman obligasi berturut-turut pada tahun 1954,
1955, dan 1956. Para pembeli obligasi banyak warga negara Belanda, baik
perorangan maupun badan hukum. Namun keadaan ini hanya berlangsung sampai
pada tahun 1958, karena mulai saat itu terlihat kelesuan dan kemunduran perdagangan
di Bursa. Hal ini diakibatkan politik konfrontasi yang dilancarkan pemerintah
RI terhadap Belanda sehingga mengganggu hubungan ekonomi kedua negara dan
mengakibatkan banyak warga negara Belanda meninggalkan Indonesia. Perkembangan
tersebut makin parah sejalan dengan memburuknya hubungan Republik Indonesia
dengan Belanda mengenai sengketa Irian Jaya dan memuncaknya aksi
pengambil-alihan semua perusahaan Belanda di Indonesia. Tingkat inflasi pada waktu itu yang cukup
tinggi, mencapai lebih dari 300%, makin menggoncang dan mengurangi kepercayaan
masyarakat terhadap pasar uang dan pasar modal, juga terhadap mata uang rupiah
yang mencapai puncaknya pada tahun 1996. Penurunan ini mengakibatkan nilai
nominal saham dan obligasi menjadi rendah, sehingga tidak menarik lagi bagi
investor.
Usaha-usaha
yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
1. Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri
keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli
1946.
2. Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke
India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade
Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
3. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk
memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi
yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah
sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
4. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi)
19 Januari 1947
5. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang
(Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang
produktif.
6. Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada
pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis.
Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai
teori-teori mazhab klasik. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa
bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya
sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah
ekonomi, antara lain :
1. Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang
(sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar
tingkat harga turun.
2. Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya
menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa
bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu
dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan
kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi
dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat
pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha
non-pribumi.
3. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank
Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi
sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
4. Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo
I) yang diprakarsai Mr. Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama
antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan
memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan
kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan
dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya
dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
5.
Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk
pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual
perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih
perusahaan-perusahaan tersebut.
Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka
Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia
menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan
sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam
sosial, politik,dan ekonomi (Mazhab Sosialisme).
Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang
diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi
Indonesia, antara lain :
× Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan
nilai uang sebagai berikut: Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang
kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi
25.000 dibekukan.
× Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai
tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya
justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada
1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
× Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965
menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru
mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang
rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah
untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter
itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya.
Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan
juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara
Barat.
Sejarah Perekonomian Indonesia pada era Orde Baru
Pada permulaan orde
baru program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional
terutama pada usaha mengendalian tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara
pada pengamanan kebutuhan pokok rakyat, tindakan pemerintah ini dilakukan
karena adanya kenaikan harga pada tahun 1966 yang menunjukan tingkat inflasi
kurang lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program
pembangunan yang telah di rencanakan pemintah. Keadaan ekonomi yang kacau
sebagai peninggalan masa demokrasi terpimpin. Di era Orde Baru di bawah
pimpinan Soeharto, slogan “Politik sebagai Panglima” berubah menjadi “Ekonomi
sebagai Panglima”. Karena pada masa ini, pembangunan ekonomi merupakan
keutamaan, buktinya, kebijakan-kebijakan Soeharto berorientasi kepada
pembangunan ekonomi. Kepemimpinan era Soeharto juga berbanding terbalik dengan
kepemimpinan era Soekarno. Jika kebijakan Soekarno cenderung menutup diri dari
negara-negara barat, Soeharto malah berusaha menarik modal dari negara-negara
barat.
Pemerintah Orde Baru
memiliki slogan yang menunjukan focus utama dalam memberlakukan kebijakan
ekonomi, yaitu Trilogi Pembangunan.
Trilogi pembangunan
: 1. Pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi
2. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju kepada
terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Trilogi Pembangunan
dibuat karena Indonesia mengalami inflasi yang sangat tinggi pada awal tahun
1966, kurang lebih sebesar 650% setahun.
Pada masa Soeharto
juga ditandai dengan adanya perbaikan di berbagai sector dan pengiriman
delegasi untuk mendapatkan pinjaman dari negara-negara barat dan IMF. Orde Baru
berpandangan bahwa Indonesia memerlukan dukungan baik dari pemerintah negara
kapitalis asing maupun dari masyarakat bisnis internasional.
Langkah Soeharto
dibagi menjadi tiga tahap yaitu, Pertama,
tahap penyelamatan yang bertujuan untuk mencegah agar kemerosotan ekonomi tidak
menjadi lebih buruk lagi. Kedua,
stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi, yang mengendalikan inflasi dan
memperbaiki infrastruktur ekonmi. Ketiga,
pembangunan ekonomi. Hubungan Indonesia dengan negara lain dipererat melalui
berbagai kerjasama, Indonesia juga aktif dalam organisasi internasional,
terutama PBB, dan penyelesaian konflik dengan Malaysia. Ekonomi Indonesia mulai
bangkit bahkan akhirnya menjadi begitu kuat. Sayangnya, kekuatan ekonomi itu
didapatkan dari bantuan asing yang suka atau tidak harus dikembalikan. Suntikan
bantuan dari Amerika Serikat maupun Jepang cukup berperan besar dalam perbaikan
ekonomi di Indonesia. Begitupun dengan IMF yang dinilai sangat bermanfaat dalam
memperjuangkan Indonesia di hadapan para kreditor asing.
Beberapa
kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pada masa orde baru adalah:
I.
Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)
1.
Repelita
I (1 April 1969 hingga 31 Maret 1974)
• Titik Berat Repelita I: Pembangunan bidang
pertanian sesuai dengan tujuan untuk
mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian,
karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
• Sasaran Repelita I: Pangan, sandang,
perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan
kesejahteraan rohani.
• Tujuan Repelita I: Untuk meningkatkan taraf
hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap
berikutnya.
• Muncul peristiwa Marali (Malapetaka
Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan
kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan
demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi
ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di
Indonesia. Terjadilah pengerusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.
2.
Repelita
II (1 April 1974 hingga 31 Maret 1979)
menitikberatkan pada sektor pertanian dan
industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
3.
Repelita
III (1 April 1979 hingga 31 Maret 1984)
Pelita III menekankan pada Trilogi Pembangunan dengan menekankan
pada azas pemerataan, yaitu:
o
Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat
o
Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan
pelayanan
o
Pemerataan pembagian pendapatan
o
Pemerataan kesempatan kerja
o
Pemerataan kesempatan berusaha
o
Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam
pembangunan
o
Pemerataan penyebaran pembangunan
o
Pemerataan memperoleh keadilan
4.
Repelita
IV (1 April 1984 hingga 31 Maret 1989)
• Titik Berat Repelita IV: Pada sektor
pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha menuju swasembada pangan dengan
meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri
seperti industri ringan yang akan terus dikembangkan dalm repelita-repelita
selanjutnya meletakkan landasan yanag kuat bagi tahap selanjutnya.
• Tujuan Repelita
IV: Menciptakan lapangan kerja baru dan industri.
• Terjadi resesi
pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia.
Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga
kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
5.
Repelita
V (1 April 1989 hingga 31 Maret 1994)
•
Menekankan bidang transportasi, komunikasi dan pendidikan.
Pelaksanaan
kebijaksanaan pembangunan tetap bertumpu pada Trilogi Pembangunan dengan
menekankan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju tercapainya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi serta stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Ketiga unsur Trilogi Pembangunan tersebut saling mengait dan perlu dikembangkan
secara selaras, terpadu, dan saling memperkuat. Tujuan dari Repelita V sesuai
dengan GBHN tahun 1988: pertama, meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan
kesejahteraan seluruh rajyat yang makin merata dan adil; kedua, meletakkan landasan
yang kuat untuk tahap pemangunan berikutnya.
6.
Repelita
VI (1 April 1994 hingga 31 Maret 1999.)
• Titik beratnya masih
pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan
pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia
sebagai pendukungnya.
• Sektor ekonomi
dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pembangunan nasional Indonesia
dari pelita ke pelita berikutnya terus mengalami peningkatan keberhasilan
pembangunan.
• Pada periode ini
terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk
Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang
mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
II.
Revolusi Hijau
Revolusi Hijau adalah perubahan cara bercocok tanam dari cara
tradisional ke cara modern.
Untuk meningkatkan produksi pertanian umumnya dilakukan empat
usaha pokok, yang terdiri dari:
a. Intensifikasi,
yaitu penelitian, pengembangan, dan penerapan teknologi pertanian untuk
memanfaatkan lahan yang ada guna memperoleh hasil yang optimal; Perubahan ini
dilakukan melalui program Panca Usaha Tani yang terdiri dari:
§
Pemilihan dan penggunaan bibit unggul atau varietas
unggul
§
Pemupukan yang cukup
§
Pengairan yang cukup
§
Pemberantasan hama secara intensif
§
Teknik penanaman
yang baik
b. Diversifikasi,
yaitu keanekaragaman usaha tani
c. Rehabilitasi,
yaitu pemulihan daya produktivitas sumber daya pertanian yang sudah kritis.
Ada banyak prestasi
yang dicapai pada masa Orde Baru khususnya dari segi ekonomi. Namun meskipun
demikian, maraknya KKN turut melukai kepercayaan rakyat yang sudah terbangun
untuk negara hingga memunculkan sebuah pergerakan yang akhirnya terjadi masa
peralihan ke masa Reformasi.
Sejarah Perekonomian pada Era Reformasi (1998-Sekarang)
a.
Presiden B.J.Habibie
Tanggal 14 dan 15 Mei 1997, nilai tukar baht Thailand terhadap dolar AS
mengalami goncangan hebat akibat para investor asing mengambil keputusan ‘jual’
karena mereka para investor asing tidak percaya lagi terhadap prospek
perekonomian negara tersebut, paling tidak untuk jangka pendek. Pemerintah
Thailand meminta bantuan IMF. Pengumuman itu mendepresiasikan nilai baht
sekitar 15% hingga 20% hingga mencapai nilai terendah, yakni 28,20 baht per
dolar AS. Apa yang terjadi di Thailand akhirnya merebet ke Indonesia dan
beberapa negara Asia lainnya. Rupiah Indonesia mulai merendah sekitar pada
bulan Juli 1997, dari Rp2.500,- menjadi Rp2.950,- per dolar AS. Nilai rupiah
dalam dolar mulai tertekan terus dan pada tanggal 13 Agustus 1997 rupiah mencapai
rekor terendah, yakni Rp2.682,- per dolar AS sebelum akhirnya ditutup Rp2.655,-
per dolar AS. Pada tahun 1998, antara bulan Januaru-Februari sempat menembus
Rp11.000,- per dolar AS dan pada bulan Maret nilai rupiah mencapai Rp10.550;
untuk satu dolar AS.
Keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan transisi memiliki karakteristik sebagai berikut:
• Kegoncangan terhadap rupiah terjadi pada pertengahan 1997, pada saat itu dari Rp2.500,- menjadi Rp2.650,- per dollar AS. Sejak masa itu keadaan rupiah menjadi tidak stabil.
• Krisis rupiah akhirnya menjadi semakin parah dan menjadi krisis ekonomi yang kemudian memunculkan krisis politik terbesar sepanjang sejarah Indonesia.
• Pada awal pemerintahan yang dipimpin oleh Habibie disebut pemerintahan reformasi. Namun, ternyata pemerintahan baru ini tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, sehingga kalangan masyarakat lebih suka menyebutnya sebagai masa transisi karena KKN semakin menjadi, banyak kerusuhan. Yang dilakukan habibie untuk memperbaiki perekonomian indonesia :
1. Merekapitulasi perbankan dan menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi perekonomian.
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independent berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Dalam rangka mencapai tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia didukung oleh 3 (tiga) pilar yang merupakan 3 (tiga) bidang utama tugas Bank Indonesia yaitu :
• Menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter
• Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
• Mengatur dan mengawasi Bank
2. Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Pengertian lain adalah kemampuan seseorang atau perusahaan untuk memenuhi kewajiban atau utang yang segera harus dibayar dengan harta lancarnya. Banyaknya utang perusahaan swasta yang jatuh tempo dan tak mampu membayarnya dan pada akhirnya pemerintah mengambil alih bank-bank yang bermasalah dengan tujuan menjaga kestabilan ekonomi Indonesia yang pada masa itu masih rapuh.
3. Menaikan nilai tukar rupiah
Selama lima bulan pertama tahun 1998, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berfluktuasi. Selama triwulan pertama, nilai tukar rupiah rata-rata mencapai sekitar Rp9.200,- dan selanjutnya menurun menjadi sekitar Rp8.000,- dalam bulan April hingga pertengahan Mei. Nilai tukar rupiah cenderung di atas Rp10.000,- sejak minggu ketiga bulan Mei. Kecenderungan meningkatnya nilai tukar rupiah sejak bulan Mei 1998 terkait dengan kondisi sosial politik yang bergejolak. nilai tukar rupiah menguat hingga Rp6.500,- per dollar AS di akhir masa pemerintahnnya.
4. Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.
Keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan transisi memiliki karakteristik sebagai berikut:
• Kegoncangan terhadap rupiah terjadi pada pertengahan 1997, pada saat itu dari Rp2.500,- menjadi Rp2.650,- per dollar AS. Sejak masa itu keadaan rupiah menjadi tidak stabil.
• Krisis rupiah akhirnya menjadi semakin parah dan menjadi krisis ekonomi yang kemudian memunculkan krisis politik terbesar sepanjang sejarah Indonesia.
• Pada awal pemerintahan yang dipimpin oleh Habibie disebut pemerintahan reformasi. Namun, ternyata pemerintahan baru ini tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, sehingga kalangan masyarakat lebih suka menyebutnya sebagai masa transisi karena KKN semakin menjadi, banyak kerusuhan. Yang dilakukan habibie untuk memperbaiki perekonomian indonesia :
1. Merekapitulasi perbankan dan menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi perekonomian.
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independent berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Dalam rangka mencapai tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia didukung oleh 3 (tiga) pilar yang merupakan 3 (tiga) bidang utama tugas Bank Indonesia yaitu :
• Menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter
• Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
• Mengatur dan mengawasi Bank
2. Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Pengertian lain adalah kemampuan seseorang atau perusahaan untuk memenuhi kewajiban atau utang yang segera harus dibayar dengan harta lancarnya. Banyaknya utang perusahaan swasta yang jatuh tempo dan tak mampu membayarnya dan pada akhirnya pemerintah mengambil alih bank-bank yang bermasalah dengan tujuan menjaga kestabilan ekonomi Indonesia yang pada masa itu masih rapuh.
3. Menaikan nilai tukar rupiah
Selama lima bulan pertama tahun 1998, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berfluktuasi. Selama triwulan pertama, nilai tukar rupiah rata-rata mencapai sekitar Rp9.200,- dan selanjutnya menurun menjadi sekitar Rp8.000,- dalam bulan April hingga pertengahan Mei. Nilai tukar rupiah cenderung di atas Rp10.000,- sejak minggu ketiga bulan Mei. Kecenderungan meningkatnya nilai tukar rupiah sejak bulan Mei 1998 terkait dengan kondisi sosial politik yang bergejolak. nilai tukar rupiah menguat hingga Rp6.500,- per dollar AS di akhir masa pemerintahnnya.
4. Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.
b.
Presiden Abdurahman wahid
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kondisi perekonomian Indonesia mulai
mengarah pada perbaikan, di antaranya pertumbuhan PDB yang mulai positif, laju
inflasi dan tingkat suku bunga yang rendah, sehingga kondisi moneter dalam
negeri juga sudah mulai stabil. Hubungan pemerintah di bawah pimpinan
Abdurahman Wahid dengan IMF juga kurang baik, yang dikarenakan masalah, seperti
Amandemen UU No.23 tahun 1999 mengenai bank Indonesia, penerapan
otonomi daerah (kebebasan daerah untuk pinjam uang dari luar negeri) dan revisi
APBN 2001 yang terus tertunda.
Politik dan sosial yang tidak stabil semakin parah yang membuat investor asing menjadi enggan untuk menanamkan modal di Indonesia. Makin rumitnya persoalan ekonomi ditandai lagi dengan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung negatif, bahkan merosot hingga 300 poin, dikarenakan lebih banyaknya kegiatan penjualan daripada kegiatan pembelian dalam perdagangan saham di dalam negeri. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat.
Politik dan sosial yang tidak stabil semakin parah yang membuat investor asing menjadi enggan untuk menanamkan modal di Indonesia. Makin rumitnya persoalan ekonomi ditandai lagi dengan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung negatif, bahkan merosot hingga 300 poin, dikarenakan lebih banyaknya kegiatan penjualan daripada kegiatan pembelian dalam perdagangan saham di dalam negeri. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat.
c.
Presiden Megawati Soekarnoputri
Pada masa pemerintahan ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara bertahap
terus meningkat. Pada tahun 2002, pertumbuhan Indonesia mencapai 4,5 persen
dari 3,64 persen pada tahun sebelumnya. Kemudian, pada 2003, ekonomi tumbuh
menjadi 4,78 persen. Di akhir pemerintahan megawati pada tahun 2004, ekonomi
Indonesia tumbuh 5,03 persen. Tingkat kemiskinan pun turun dari 18,4 persen
pada 2001; 18,2 persen pada tahun 2002; 17,4 persen pada tahun 2003; dan 16,7
persen pada 2004. Perbaikan yang dilakukan pemerintah pada saat itu yakni
menjaga sector perbankan lebih ketat hingga menerbitkan surat utang dan
obligasi secara langsung.
Kebijakan-kebijakan
yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain:
1. Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp116,3 triliun.
2. Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1%. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
3. Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
1. Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp116,3 triliun.
2. Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1%. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
3. Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
e.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Pada pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kebijakan yang dilakukan adalah mengurangi
subsidi Negara Indonesia atau menaikkan harga Bahan Bahan Minyak (BBM),
kebijakan bantuan langsung tunai kepada rakyat miskin akan tetapi bantuan
tersebut di berhentikan sampai pada tangan rakyat atau masyarakat yang
membutuhkan, kebijakan menyalurkan bantuan dana BOS kepada sarana pendidikan
yang ada di Negara Indonesia. Akan tetapi pada pemerintahan SBY dalam
perekonomian Indonesia terdapat masalah dalam kasus bank century yang sampai
saat ini belum terselesaikan bahkan sampai mengeluarkan biaya Rp93 miliar untuk
menyelesaikan kasus bank century ini. Kondisi perekonomian pada masa
pemerintahan SBY mengalami perkembangan yang sangat baik. Pertumbuhan ekonomi
Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010 seiring pemulihan ekonomi dunia pasca
krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009.Bank Indonesia (BI)
memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5%-6% pada 2010
dan meningkat menjadi 6%-6,5% pada 2011. Dengan demikian, prospek ekonomi
Indonesia akan lebih baik dari perkiraan semula. Sementara itu, pemulihan
ekonomi global berdampak positif terhadap perkembangan sektor eksternal
perekonomian Indonesia. Kinerja ekspor non-migas Indonesia yang pada triwulan
IV – 2009 mencatat pertumbuhan cukup tinggi yakni mencapai sekitar 17% dan
masih berlanjut pada Januari 2010. Salah satu penyebab utama kesuksesan
perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan pemerintah yang berfokus
pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang negara. Masalah-masalah
besar lain pun masih tetap ada. Pertama, pertumbuhan makro ekonomi yang pesat
belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta
identik dengan vitalitas ekonominya yang tinggi dan kota-kota besar lain di
Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat, masih banyak warga Indonesia
yang hidup di bawah garis kemiskinan.
f. Presiden Joko
Widodo
Pada awal
pemerintahan Presiden Jokowi-Jusuf Kalla ekonomi Indonesia sempat mengalami
perlambatan dampak dari pemangkasan subsidi BBM sehingga hanya tumbuh 4,88%
pada 2015.
Ekonomi Indonesia
dalam empat tahun terakhir tumbuh cukup stabil di kisaran 5% meskipun dibayangi
ketidakpastian global. Ekonomi nasional sempat mengalami perlambatan di awal pemerintahan
Presiden Joko Widodo, yakni hanya tumbuh 4,88% pada 2015 dampak dari
pemangkasan subsidi energi yang dianggap salah sasaran. Namun, pada tahun
berikutnya kembali tumbuh di atas 5%. Kondisi makro ekonomi yang dikelola
dengan baik serta hati-hati dan terus menunjukkan peningkatan dari tahun
sebelumnya. Ini tercermin dari turunnya angka pengangguran ke 5,13% pada
Februari 2018 dari 5,94% pada Agustus 2014. Angka kemiskinan juga turun menjadi
9,82% dari 10,96% serta ketimpangan penduduk juga turun menjadi 0,389 dari
0,414 posisi akhir 2014.
Dalam pengelolaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sepanjang 4 tahun pemerintahan
Jokowi-JK yang cenderung ekspansif namun defisit anggaran tetap terkontrol di
bawah 3%. Demikian pula defisit transaksi berjalan tetap berada di bawah 3%.
Pada masa
pemerintahannya, Joko Widodo merombak struktur APBN dengan lebih mendorong
investasi, pembangunan infrastruktur, dan melakukan efisiensi agar Indonesia
lebih berdaya saing.
Comments
Post a Comment